Bukan orang yang memilih tempatnya, justru tempat lah yang memilih orangnya. Wah, sehebat apakah saya sampai-sampai tempat ini memilih saya sebagai orang yang mengisinya? Eits, awas kebalik lagi nih cara pandangnya. Tempat memilih orang bukan karena orang itu hebat, malahan karena ada hal yang belum genap dari orang tersebut dan tempat itu akan menjadi ruang belajarnya.
Seperti puncak gunung mengajarkan ketenangan dan bibir pantai mengajarkan kesenangan, bisa juga sebaliknya tergantung penerimaan orangnya. Sehingga, kepenuhan diri seorang manusia terisi sepantasnya seiring waktu dan selayaknya seiring kesadaran. Selalu tepat waktu semuanya terjadi, bukan pada waktu yang tepat.
Seperti usia selalu tepat waktu kan, bukan pada waktu yang tepat. Saya berusia tiga puluh tahun tepat waktunya, bukan pada waktu yang tepat akan berusia tiga puluh. Semi Palar berusia tujuh belas tahun tepat waktu di 21 September kan, bukan pada waktu yang tepat yang entah siapa bisa menduga.
Seperti itulah kepantasan, selalu tepat waktu. Soal kelayakan beda lagi, yang sudah pantas berusia tiga puluh tiga bisa jadi baru layak berusia dua puluh satu. Misalnya.
Bukan orang yang memilih tempatnya, malahan tempat lah yang memilih orangnya. Untuk memberikan sesuatu bagi orang itu dan untuk orang itu memberikan sesuatu bagi tempat itu. Untuk menerima sesuatu dari orang itu dan untuk orang itu menerima sesuatu dari tempat itu. Resiprokal.
Memang perlu meningkatkan kepekaan diri sih soal memberi dan menerima ini, soalnya tipis antara kenyataan dengan basa-basi. Saya menerima begini begitu ini itu dari Smipa dst..dst.. bisa jadi basabasi, kalau saat bilang saya memberi ini itu bagi smipa-nya dengan berbeda tingkat kepercayaan diri.
Karena yang kenyataan, selalu sama tingkat percaya dirinya waktu bercerita perihal memberi dan menerima. Persis sama.
Memberi adalah menerima dan menerima adalah memberi, tidak mudah terkatakan. Bisa jadi, itulah misi pencarian yang terus berjalan. Bahkan setelah keluar dari ruang belajar ini, sampai bisa jadi sebelum masuk ruang belajar ini. Kalau semuanya terkoneksi berarti tidak ada lagi yang sebegitu mengherankannya atas terjadinya suatu kejadian, pertemuan, bahkan sampai perpisahan.
Tidak mengagetkan juga atas keterangkaian suatu hal yang seakan bertolak belakang atau seakan tidak ada kesinambungan. Mungkin, yang kita perlu lakukan hanyalah memperluas akal budi pikiran perasaan, dengan perbuatan. Sampai seperti lautan, sehingga semuanya masuk akal. Bahkan bulan pun tertelan lautan. Eh, matahari juga kalau sore. Luas beneeerrr...
Dan berantakan seperti tulisan ini yang keluar sekena pemikirannya saja. Dengan gambar yang sekena ketuk layar ponsel untuk diunggah sebagai latar gambar tulisan. Pun keberantakan tulisan saya ini yang terangkai dengan keterlanjuran anda membaca tulisan ini, adalah suatu pola keteraturan. Bisa jadi di tataran yang lebih besar, ada skenario teratur yang tertentu membuat anda membaca tulisan ini tepat waktu. Sekarang.
hahaa.. selalu suka baca tulisan Kak Leo.. kaya main pingpong pakai tembok cermin!