Pagi ini, walau hari Sabtu dan libur, saya bangun pagi sekali. Nina ingin dibuatkan nasi goreng kampung untuk sarapan sebelum kami ke Denver. Hari ini dan besok ada kunjungan dari staff Konsulat Jendral dari Los Angeles untuk melayani masyarakat Indonesia di Colorado yang perlu memperpanjang paspor. Paspor saya masih hidup hingga tahun 2024, jadi tidak perlu mengurus apa-apa, tapi setiap ada kunjungan konjen, event ini dijadikan ajang silaturahmi para anggota masyarakat yang kadang hanya saling bertemu sesekali saja. Tujuan saya sih sebetulnya (jujur loh ya hahahaha) adalah hunting makanan! Kok bisa? Hahahaha.. Iya, di conference room di lokasi event itu dijadikan bazaar makanan Indonesia. Para tukang masak tersohor yang tinggal di Denver dan sekitarnya ramai-ramai masak dan menjual makanan! Kabarnya ada pepes ikan, pempek, sate, nasi uduk, ayam taliwang, panada, lalampa, sambal roa, gudeg dan banyak lagi! Ini kesempatan yang hanya terjadi sekali dua kali terjadi dalam setahun, jadi harus dimanfaatkan! Hehehehe
Jadilah pagi ini saya sudah sibuk di dapur ketika di luar masih gelap gulita. Matahari memang baru akan muncul menjelang pukul 7:30. Ketika nasi goreng kampung selesai saya duduk di depan TV sambil menunggu sarapan bersama Nina yang masih sedang mandi. Iseng-iseng saya menonton film di Netflix yang berjudul Megan Leavey. Film ini tentang seorang Marine yang bertugas di Timur Tengah bersama seekor anjing herder yang bertugas untuk mengendus bom. Film itu dimulai dengan seorang wanita yang sedang berusaha menemukan arah hidupnya dan berakhir dengan keputusan untuk bergabung dengan Marines dan dimulai dengan pelatihan di boot camp.
Entah bagaimana, tiba-tiba sambil menonton saya membayangkan Kano sedang menjalani boot camp itu. Merangkak di atas pasir dikolong kawat berduri, memanjat dinding dengan sebuah tali dan berjalan di air seinggi leher dengan memikul senjata. Tanpa sadar air mata saya mengalir. Kano memang masih mempertimbangkan apakah dia akan bergabung dengan Navy atau tidak. Masih ada beberapa bulan sebelum dia mengambil keputusan dan menjalani pelatihan selama 8 minggu sebelum menandatangani kontrak selama 4 tahun untuk pendidikan.
Nina duduk bergabung dengan saya di depan TV. "I don't think I am ready to let him do this." Kata saya.
"It's good for him, though. So he can get out of his comfort zone." Kata Nina.
"Yea.. but look at this!" Timpal saya sambil menunjuk televisi.
"I have news for you. That is a movie!" Kata Nina
Saya terdiam dan terus memperhatikan film yang terus berlangsung. Megan dan seekor anjing bernama Rex berjalan di padang pasir. Rex berusaha mengedus-endus tanah lalu dia duduk. Artinya di situ ada bom. "Good boy!" Kata Megan sambil menepuk-nemuk kepala Rex lalu mengambil sebatang tongkat tipis dengan bendera merah diatasnya dari ranselnya lalu ditancapkan ke tanah sebagai tanda bahwa tempat itu ada bom yang ditanam. Tiba-tiba ada kendaraan dari arah belakang yang ngebut. Semua anggota pasukan bersiap dan memberi tembakan peringatan. Pengemudi mobil keluar dari kendaraan, lalu Megan dan rex diminta untuk memeriksa kendaraan itu. Ketika hampir mendekati kendaraan itu tiba-tiba ada bom meledak. Megan dan rex terlempar karena ledakan. Dada saya berdebar-debar. Saya mengeluarkan komentar rasa khawatir.
"You know that Navy probably will never go to the front line. The officer we met at the recruitment office said that after working as a Navy officer for so many years, he had never been deployed or even stayed on the ship." kata Nina seolah-olah mengetahui pikiran saya ketika melihat Megan terluka karena Bom.
Sepanjang hari bahkan ketika dalam perjalanan ke Denver saya masih terus memikirkan film itu. Kami tidak sempat menyelesaikannya dan berencana akan melanjutkan ketika nanti kembali dari Denver. Saya terus memikirkan dan agak menyalahkan diri sendiri yang tidak memiliki sumber yang cukup yang memungkinkan Kano melanjutkan pendidikan di sini. Seandainya saya punya cukup, dia tidak perlu harus melalui pendidikan militer agar mendapat kesempatan untuk memperoleh pendidikan tinggi. Sepertinya saya tidak rela membiarkan dia "disiksa" di pelatihan dasar militer. Memang saya menyadari ini akan menjadi bentuk pendidikan` disiplin dan kedewasaan karakter dalam menghadapi berbagai tantangan. Ini mungkin baik bagi dia. Tapi sebagai orang tua, saya lebih memilih sesuatu yang tidak seekstrim ini. "Well, We'll see. I am not ready and probably I willl never be." Kata saya dalam hati. Tapi saya berjanji akan terus mendukung dia apapun keputusan yang dia akan ambil.
Foto Credit: military.com