AES236: Eksplorasi Braga
haegenquinston
Wednesday January 25 2023, 5:30 PM

Pada hari kemarin, saya bersama K12 melakukan eksplorasi di wilayah Jl. Braga. Eksplorasi ini tujuannya adalah, lebih mengenal lingkungan, mengamati hal-hal yang unik & menarik di perjalanan, dan juga sebagai pengalaman menempatkan diri dengan baik, yang baru.

Pada saat kami berjalan kaki, awalnya kami mengikuti rute yang sebelumnya Teh Oda tunjukkan pada kami. Yaitu melewati terowongan di bawah Teras Braga, menuju perkampungan warga dan akhirnya balik ke Jl. Braga. Di saat hampir sampai di Jl. Braga, kami memutuskan untuk hunting jalan & pergi sendiri tanpa template yang disediakan oleh Teh Oda minggu lalu. Maka, disana kami langsung jalan balik dan menemukan sebuah jembatan penyebrangan. Jembatan penyebrangan sungai tersebut, ternyata menyambung ke daerah pasar Cikapundung, dimana aku kaget, karena aku tidak mengira jarak antara Pasar Cikapundung dengan Braga sedemikian rupa dekat.

Hal menarik yang aku temukan pada perjalanan di kampung Braga, yaitu situasi yang berbeda dengan hari sebelumnya. Aku cukup heran, masih ada anak-anak yang mondar-mandir di wilayah itu, aku berasumsi mereka tidak ikut kegiatan sekolah? Lalu ibu-ibu yang kemarin aku jumpai (yang sering nongkrong di jalan pusat) ternyata masih ada. Pada saat keluar perkampungan, aku kaget karena ternyata ada seorang ibu-ibu yang bilang, "Mang, kesini mang, disini ada banyak janda".

Setelah melewati Pasar Cikapundung, kami semua menuju Banceuy dan Jalan ABC. Di jalanan ini, terdapat bekas Penjara Banceuy, penjara dimana Bung Karno sempat tertahan di zaman 1928-an. Penjara ini ironisnya, sudah digantikan & dipenuhi oleh ruko-ruko kosong, sepi, tidak menarik penampilannya dari luar. Betapa mengecewakannya, terakhir kali aku mengunjungi Penjara Banceuy kondisinya juga mirip-mirip seperti ini.

Hal yang belum pernah kuketahui mengenai daerah alun-alun adalah adanya Pasar Kembang di sebuah gang 100m sisi barat alun-alun. Menurut penceritaan Kak Tema, dahulu pasar ini adalah sumber dan juga tempat berbelanja perlengkapan tas, DVD, CD, kaset, pakaian, pula aksesoris (meskipun kebanyakan KW). 

Begitu melewati pasar ini, rasanya sangat sunyi, suram, gelap, dan juga menyedihkan. Pada zamannya, mungkin aku bisa membayangkan, pasar ini sangat laku, ramai akan pedagang dan penjual yang saling tawar menawar. Namun yang tersisa hanyalah genteng karatan, hanya 2 pedagang yang masih menetap, dan seng besi tua yang menutupi kios satu persatu hingga akhir gang.

Bagi diriku, melihat perbandingan bangunan-bangunan di daerah Braga sungguh menakjubkan. Bentuk bangunan dari zaman kolonialisme yang masih ada di Jl. Braga (menjadi cagar budaya), bangunan-bangunan tahun 70 hingga 90-an seperti ruko di Jalan ABC, Pasar Cikapundung, bahkan Pasar Kota Kembang. Terakhir adalah bentuk bangunan dari masa kini, contohnya cafe-cafe baru di Braga dan Braga Citywalk.

Aku punya sebuah pertanyaan, dengan adanya bangunan tahun 90-an yang masih utuh, apakah 40 tahun ke depan bangunan-bangunan itu akan dicagar/dijadikan bukti sejarah? Sama seperti bangunan Belanda yang saat ini sudah dilindungi dan semakin menipis, 40 tahun ke depan bangunan seperti Pasar Kota Kembang mungkin saja menjadi 'bersejarah'.