Membahas tentang spirit bukan hal yang mudah, bukan juga hal yang jamak dibahas di masyarakat kita. Spirit adalah sesuatu yang tak kasat mata, dan sangat sulit didefinisikan. Tidak bisa dijamah, diukur tapi hanya bisa dirasakan. Ini mirip-mirip dengan apa yang disebut dengan vibes. Vibes (dari kata vibration) mengandung makna getaran yang terasa. Nah, 'terasa' lagi kan bahasanya. Jadi memang dua hal ini - yang saya pikir juga saling terkait - masuk dalam dimensi yang tidak terukur.
Akhirnya kita harus bersentuhan lagi dengan olah rasa dan olah pikir. Dua hal penting dalam ranah pendidikan holistik, karena kalau kita hanya bersentuhan dengan olah pikir, ikhtiar kita menumbuh kembangkan anak-anak kita menjadi manusia yang utuh tidak akan tercapai. Tulisan saya yang terkait dengan ini berjudul Antara Terasa dan Terukur.
Dalam bahasa Inggris, spirit memang juga bisa diterjemahkan sebagai roh, Roh atau ruh yang dikenal dalam bahasa Indonesia berkaitan erat dengan aspek spiritual. Karena itu pula aspek ini disebut spiritual - karena ini adalah ranah yang dekat dengan ranah kejiwaan seseorang. Sebagai orang beriman, kita tahu dan meyakini bahwa kita beragama sebagai jalan kita menuju atau cara kita menyentuh ranah yang spiritual tadi, dimensi keTuhanan, dimensi yang sakral.
Juga dalam perspektif keimanan, semestinya kebesaran, keagungan Sang Pencipta adalah sesuatu yang sampai sejauh belum bisa didefinisikan oleh akal atau secara nalar. Jembarnya alam semesta ini (universe) adalah gambaran kebesaran Sang Maha Pencipta. Kita hanya bisa menalar secara sederhana, kalau alam semesta adalah sedemikian jembarnya, tentunya jauh lebih besarlah Sang Penciptanya. Oh iya jadi teringat tentang obrolan menarik teman-teman di TK yang berdebat tentang mana yang lebih besar, Tuhan atau Universe. Kisah ini dituliskan oleh kak @yantisuryanii7 dalam tulisan yang berjudul Siapa yang Lebih Besar?
Spirit sering juga dimaknai sebagai semangat, sesuatu yang memotivasi dan mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Nah lagi-lagi ini sesuatu yang abstrak ya, Tidak bisa didefinisikan, tapi kita tahu hal itu ada dan nyata. Karena kita bisa melihat orang-orang yang spiritnya besar, sebaliknya orang-orang yang ga punya motivasi.
Dari perspektif lain, saya pernah mencatat sesuatu yang menarik dan menurut saya sangat mendalam, adalah tentang lagu kebangsaan Indonesia. Seorang tokoh bangsa (saya lupa siapa persisnya) dalam sebuah perbincangan di Rumah Nusantara, belasan tahun yang lalu. Beliau mengungkapkan bahwa Lagu Indonesia Raya adalah satu-satunya bangsa di dunia yang menuliskan tentang spirit, tentang jiwa di dalam salah satu baris lirik lagu kebangsaannya.
...
Bangunlah Jiwanya, Bangunlah Raganya, Untuk Indonesia Raya
...
Dalam konteks Semi Palar, menangkap spirit Smipa akhirnya mensyaratkan kita untuk melebur dan terlibat cukup jauh ke dalam berbagai dinamika kehidupan di Rumah Belajar Semi Palar.
Lewat pengalaman-pengalaman dan berbagai interaksi itulah spirit itu sedikit-sedikit bisa dirasakan dan menjadi bagian dari diri kita. Sejauh ini hanya itu cara yang rasanya bisa ditempuh. Akhirnya tulisan ini jadi nyambung juga sama esai saya yang berjudul Tak Kenal maka Tak Sayang. Semoga tulisan ini bermanfaat. Salam.
Photo by Gonzalo Facello: https://www.pexels.com/photo/flame-635927/