AES19 Tentang Keluarga
novitadm13
Thursday April 20 2023, 1:55 AM
AES19 Tentang Keluarga

Beberapa hari terakhir, saya menonton beberapa film Indonesia dari salah satu aplikasi sambil menunggu suami yang sedang rawat inap di Rumah Sakit. Awalnya saya nonton film Ngeri-Ngeri Sedap sendiri. Selanjutnya saya dan suami menonton bersama film Gara-Gara Warisan dan Cinta pertama, kedua, dan ketiga. Film-film itu bertema keluarga yang sangat dekat dengan permasalahan di masyarakat Indonesia. Film yang mengangkat tentang kehidupan sosial yang sarat akan pesan, makna juga nasihat untuk menjalani hidup. Ya, dengan nonton film seperti mendapat pelajaran hidup tanpa didikte jadi bisa sambil merefleksikan diri dan membuka perbincangan mendalam dengan keluarga saat menyaksikan filmnya bersama.  

Ngeri-Ngeri Sedap

Bercerita tentang keluarga yang hidup di Sumatera Utara, orang tua yang memiliki 4 anak. 3 anak laki-laki yang merantau ke kota dan 1 anak perempuan yang tinggal bersama orang tua dan mengurusnya di kampung. Dikisahkan orang tua memanggil anak-anaknya yang merantau untuk membahas masalah keluarga. Ayah dan Ibu yang bersandirwara agar anak-anaknya yang merantau bisa pulang dengan alasan mereka akan bercerai padahal keadaannya baik-baik saja.

Mak Domu dan Pak Domu sukses menggambarkan sosok orang tua yang banyak ditemui di Indonesia. Pak Domu yang terus memaksakan kehendak, Mak Domu yang memendam kekecewaan terhadap sikap Pak Domu karena merasa harus menuruti suami. Konflik muncul saat semua anak mengetahui tentang sandiwara tersebut. Banyak masalah yang hadir dibaliknya seperti menjalin hubungan dengan orang yang berbeda suku dan adat, hubungan ayah dan anak laki-laki yang canggung, anak perempuan yang tidak boleh mengemukakan pendapat dan memilih jalan hidupnya, nasib anak pertama yang harus jadi penerus silsilah keluarga terasa sangat realistis. 

Pesan dalam film ini adalah setiap anggota keluarga punya hak untuk saling berpendapat dan introspeksi. Dalam mendidik tidak bisa sama karena perbedaan generasi dan cara berpikir sehingga perlu membenahi komunikasi agar terus saling mengasihi.

 

Gara-Gara Warisan

Film ini bercerita tentang keluarga Pak Dahlan pemilik guest house. Awal mula konflik saat istri Pak Dahlan meninggal dunia. Ketiga anaknya yang sudah besar memilih hidup terpisah dan kurang menjalin hubungan yang baik antara satu sama lain. Pak Dahlan akhirnya menikah lagi dan membuat anak-anaknya jadi semakin tidak nyaman tinggal di rumah. Kemudian Pak Dahlan memanggil anak-anaknya untuk membicarakan tentang warisan, sebuah guest house yang dikelola olehnya. Dengan mengangkat warisan sebagai konflik utamanya berhasil membuat ceritanya menjadi sangat realistis karena pembagian warisan sedang banyak jadi bahan pembicaraan di masyarakat.

Konflik setiap tokohnya juga sangat mengena di hati. Hubungan antara orang tua dan anak terasa related. Anak pertama yang harus kuat dan selalu mengalah, dianggap harus bisa dan menerima. Anak kedua yang idealis. Anak ketiga yang manja dan bebas hingga membuat masalah tapi selalu dibela oleh ayahnya.

Bagian paling menyentuh menurut saya, saat dialog Laras (anak perempuan Pak Dahlan) yang berkata “Bisa ga sih sekali saja dia (si anak bungsu) salah, Bapak akui dia salah. Kenapa dia ga selesaiin masalahnya sendiri?” Jawabannya Pak Dahlan “Karena kita keluarga!” Ya, momen emosional saat adegan bahwa saat anak bungsunya yang punya masalah semua harus turun tangan dan menerima keputusan demi kebaikan si anak bungsu. Alih-alih menyelamatkan malah mengorbankan anggota keluarga yang lain. Singkat cerita si Pak Dahlan meninggal dan membuat sebuah video untuk disaksikan oleh anak-anak dan istrinya. Menyingkap banyak hal yang selama ini dirahasiakan dan rasa bersalah atas perbuatannya pada anak-anak sehingga semua konflik pun dapat terselesaikan dengan realistis.

Di bagian akhir juga beberapa kalimat yang membuat kita tersadarkan, bahwa kita tidak bisa memilih akan dilahirkan dari keluarga yang seperti apa, hal yang istimewa yang bisa diberikan keluarga bukanlah harta tapi kesempatan.

 

Cinta Pertama, Kedua dan Ketiga

Film ini bercerita tentang generasi sandwich yang kerap terperangkap dalam dua pilihan yaitu membahagiakan orang tua atau menata hidupnya sendiri. Sepasang anak muda yang orang tuanya menikah dan menjadikan mereka keluarga padahal saling jatuh hati.

Anak vs orang tua, dua sisi kehidupan. Dalam film ini ada banyak nilai penting yang sama-sama bisa jadi bahan refleksi. Ketulusan cinta anak dan orang tua yang sering kali kita lupakan sadar atau pun tidak. Ya, sering kali kita mengeluh satu sama lain. Sebagai anak tidak suka terlalu dikhawatirkan dan diaturkan segala sesuatunya, sebagai orang tua tidak ingin merepotkan bahkan terlampau cerewet sehingga banyak mengeluh. Bagian paling sedih adalah saat sang orang tau memilih tinggal di panti jompo karena takut merepotkan anaknya padahal anak-anaknya masih mampu menjaga dan merawat.

Kisah di film ini juga memberikan sudut pandang yang menarik. Kian memahami bahwa anak akan bertumbuh, generasi yang berbeda saat orang tua kita menjadi seorang anak. Perbedaan usia dan peran ini tentu membuat cara pandang tentang hidup dan kebahagiaan juga berbeda. Cara komunikasi dan ungkapan kasih sayang pun tidak bisa sama. Kadang kita merasa lelah dengan keadaan dan ingin mencari kebahagiaan kita sendiri, tapi disisi lain ada keluarga yang juga butuh kita perhatikan. Dilema memang. Kebebasan sebagai anak yang menentukan jalan hidupnya sendiri berbanding terbalik dengan menemani dan menjaga orang tua.

 

Dari ketiga film yang saya tonton, semuanya happy ending. Konflik terselesaikan dengan baik dan kesan saya penyelesaiannya sangat realistis. Hal baik dari ketiga film itu pentingnya komunikasi dan membangun hubungan yang baik antar setiap anggota keluarga menjadi fondasi dalam keluarga. Setiap anggota keluarga punya keinginannya masing-masing dan perlu didengar juga dihargai pendapatnya. Memaksakan kehendak baik sebagai orang tua dan anak malah akan menyakiti keduanya. Alih-alih menyenangkan dan menyelamatkan semua, biasanya akan merugikan dan menyakiti.

Berbahagialah dengan keluarga yang kita miliki. Terima dan bersyukur atas anugerah dari Tuhan. Saya saat ini karena saya dilahirkan di keluarga ini dan menjalani dengan sebaik-baiknya yang saya bisa. Tidak mudah memang menerima berbagai kekurangan di keluarga kita, tapi pantaskah kita menolak atas ketetapan-Nya? “Sesungguhnya Allah tidaklah menakdirkan sesuatu untuk seorang mukmin melainkan pasti itulah yang terbaik untuknya.” (HR Ahmad 3 : 117)

You May Also Like