Dampak Pandemi bagi Kesehatan Mental Remaja
Sydney
Sunday September 12 2021, 1:15 PM
Dampak Pandemi bagi Kesehatan Mental Remaja

Tidak terasa bagi masyarakat Indonesia yang sebentar lagi akan menjejak dua tahun berada dalam masa pandemi. Berita pertama yang menggemparkan satu negara tentang lockdown pertama karena naiknya kasus virus mematikan, tak lain adalah Coronavirus Disease 2019. Katanya sih dua minggu, tapi berhasil bertahan hingga dua tahun. Sejarah mencetak tahun 2020 sebagai tahun dimana manusia menghadapi sebuah pandemi baru, dan tidak ada yang tahu sampai kapan wabah ini bertahan. 

Berbulan-bulan seluruh orang di dunia melakukan karantina dikarenakan kasus yang semakin meningkat. Perekonomian di seluruh dunia menurun drastis, kemiskinan meningkat, dan bertahan hidup adalah satu-satunya tujuan mereka saat itu--- hal ini tentu saja mengeluarkan sifat pembangkang manusia, media mengabarkan banyaknya kericuhan dari seluruh dunia, pemberontakan yang dilakukan masyarakat terhadap pemerintahnya.Saat itu dunia berjuang keras, namun masih banyak yang tidak melakukan akal sehatnya. Sedangkan dibalik itu para ilmuwan dan dokter bekerja keras mencari solusi dari permasalahan yang sedang bumi hadapi.

Pada akhir tahun 2020 tepatnya, semua dihebohkan dengan berita penemuan vaksin dari penyakit virus ini. Masih dalam tahap uji coba, namun memberikan harapan bagi milyaran umat manusia diluar sana. Di Indonesia sendiri kini tengah menjalankan operasi vaksinasi bagi seluruh masyarakat Republik Indonesia; sejak awal tahun 2021. Bahkan hingga hari ini semua orang dan anak mulai dari umur 12 melakukan vaksinasi. 

Menjaga kesehatan itu penting. Disaat seperti ini kesehatan adalah hal yang sangat penting, karena vaksinasi tidak menjamin keselamatan kita selalu. Mengikuti protokol kesehatan, dan menjaga kebersihan lingkungan adalah contoh untuk menjaga kesehatan dan kebersihan fisik. 

Menjaga kesehatan tubuh dan lingkungan merupakan hal yang penting, tapi tunggu--- bagaimana dengan kesehatan mental? Pandemi memang berdampak pada kesehatan fisik, tapi adakah faktor yang berpengaruh kepada kesehatan mental kita? 




Sarah, Marita.Murid. Wawancara secara daring. 2 September 2021.

“Kalau menurut saya sih, dari skala 1-10 mungkin ada di 8. Karena dari yang saya liat, adik kelas, teman sekelas, ataupun teman-teman online sering sekali mengeluh capek atau pusing atau stress sama tugas. Pusing karena sekolah harus melihat layar dan dengan jumlah tugas yang banyak harus liat layar lagi. Jadi terus terusan liat layar dan hidup di dalam layar sedangkan dia yang aslinya kayak capek (yang cerita ke saya kayak gitu, saya juga sih).”

Dari pandangannya, Sarah mengungkapkan bahwa hampir semua teman di lingkupnya mengalami masa tertekan dikarenakan sekolah. Memang benar apa adanya, bahkan dalam pandangan saya sendiri kebanyakan remaja mendapatkan tekanan tersebut dari sekolah dan tugas-tugas yang diberikannya. 




APA ITU STRESS/TEKANAN PADA MENTAL?

Jehian, Evan, S.Psi. Wawancara secara daring. 27 Agustus 2021.

“Kalau yang saya pelajari, stress itu adalah tekanan yang berlebih. Nah, tekanan yang berasal dari luar itu namanya stressor. Jadi kita akan mencari stressor-stressor apa saja yang menyebabkan remaja mengalami perasaan tertekan..sedangkan depresi hanya boleh ditegakkan atau di diagnosa oleh dokter atau psikiater atau psikolog dengan proses observasi panjang dan tes psikologi. Kita bisa pakai istilah tertekan atau stress, atau terkena dampak psikologi/beban mental.”

Kita ambil dari sudut pandang remaja, mereka yang terkena dampak pandemi seperti yang lain. Bedanya, para remaja tengah mengalami masa pubertas, dimana terjadi perubahan pada fisik sekaligus ketidakseimbangan pada suasana hati. Otomatis hal ini menjadi suatu faktor yang memicu tekanan pada mental mereka. 

Saya telah melakukan survei kecil lewat bentuk Google forms yang telah diisi oleh 113 sukarelawan berumur 11-17 tahun. Juga wawancara ke 2 orang teman sebaya. Menurut hasil yang saya dapatkan, pandemi di mata sebagian besar remaja adalah--- definisi dari berbagai kata negatif yang disatukan, intinya Covid-19 adalah yang terburuk. Kebanyakan dari mereka mendapat tekanan dari sekolah. Mereka merasa terkekang di rumah ditambah dengan tekanan dari sekolah--- yang offline saja malas apa lagi online.

Agusta, Fatma. Murid. Wawancara secara daring. 30 Agustus 2021

“Covid-19 itu makhluk Allah, ujian ini. Ujian untuk yang dompetnya kering, ujian untuk para tenaga medis, ujian untuk seluruh manusia di dunia, termasuk diri saya sendiri.”

Dibawah segala tekanan yang para remaja ini miliki, dimulai dari banyaknya tugas dan pelajaran yang berat, belajar secara online lebih mengurangi konsentrasi, dengan situasi yang lebih santai dan banyak distraksi, hal ini memicu rasa malas dan ketidaktertarikan para siswa pada kegiatan sekolah. Mari melihat realita, kebanyakan siswa tidak menyukai sekolah, apa lagi  di masa begini adalah masa dimana remaja berada di battery saving mode alias menyimpan tenaga dengan bersantai ria--- dan kemauannya untuk bersenang-senang terus, juga perubahan ego dalam diri mereka, sebut saja lebih mudah terbawa emosi.




Bentuk Gejala Stress Pada Remaja

Dilansir dari jovee.id, stress pada remaja dapat dikenali dengan gejala berbentuk:

  • Insomnia/sulit tidur
  • Susah makan
  • Sulit konsentrasi
  • Kehilangan motivasi
  • Cenderung melakukan hal negatif
  • Merasa kesepian dan sulit bersosialisasi
  • Berpikir negatif
  • Menjadi lebih sensitif

Semua gejala di atas telah diubah ke dalam bentuk pertanyaan pada form survei yang telah diisi oleh 113 relawan, dan menghasilkan; Data hasil survei

Hasil survei kecil ini dapat membuktikan kalau kebanyakan remaja mulai mendapat banyak tekanan pada mental. Salah satu pertanyaan dalam form menanyakan seberapa anak merasa berubah sebelum dan setelah adanya pandemi Covid-19, dan hampir semua dari mereka menjawab kalau diri mereka benar-benar berubah karena adanya pandemi. Mulai dari karakter, kepribadian, hingga fisik pun berubah, terutama mereka yang mengalami masa pubertas saat dirumah. Bisa dilihat kalau pandemi Covid-19 ini sangat berpengaruh pada bumi, manusia, dan tentu saja anak-anak. 

Apa sajakah masalah utama dari anak-anak ini? Menurut hasil survei ada hampir 20% menyebutkan sekolahlah yang menjadi masalah mereka, lalu 14% menyebutkan kalau masalah mereka adalah insecurities alias rasa takut, ketidakpercayaan dan merasa kurang pada diri sendiri, 12% lagi merasa kalau permasalahan mereka berasal dari anxiety/phobia alias ketakutan yang mereka miliki, adapun 10% yang menyebutkan masalah mereka adalah mimpi dan cita-cita yang mereka miliki, juga 17% lainnya menyebutkan masalah mereka adalah keluarga dan orangtua mereka. Sedangkan 37% lagi menyebutkan masalah mereka ada pada permasalahan cinta, banyak pikiran, trauma, semua hal, bahkan ada yang menyebutkan kalau masalah mereka adalah diri sendiri. 








LANTAS, APA YANG DAPAT DILAKUKAN? 

Sarah, Marita.Murid. Wawancara secara daring. 2 September 2021.

“Menurut saya, penting buat mereka tau kalau memang tidak akan mudah untuk mengerti anak mereka. Karena anak sendiri pun belum tentu bisa mengerti diri sendiri. Jadi menurut saya yang penting bukanlah berusaha mengerti atau memaksa anak untuk cerita, tapi semacam mengingatkan kalo kapanpun anak itu siap untuk, cerita tentang perasaannya mereka selalu ada untuk dia. Tanpa menjelek-jelekkan dan membuat malu anak karena punya perasaan stress dan lelah tersebut..dan kalau bisa lebih peka, kalau anak terlihat sangat lelah dan tertekan karena sekolah, tanyakan apakah mereka membutuhkan istirahat dari sekolah, dll. Harus extra peka, karena kemungkinan anak mau "open up" dan memberi tahu permasalahan yang dialami.”

Tentunya mengurangi stress pada anak akan membutuhkan perjuangan, dan butuh waktu. Terutama di masa pubertas anak, yang otomatis anak akan menjadi lebih sensitif. Orangtua atau pendamping anak tidak memiliki hak untuk menuntut kemauan dan cita-cita anak. Perlu dicatat kalau tugas mereka hanyalah membimbing dan mempersiapkan anak untuk menjalani kehidupan pribadinya di masa depan, juga mendukung mereka dari segala aspek yang positif. 

Paling penting untuk tidak meremehkan emosi ataupun masalah anak, disaat mereka mencoba terbuka, buatlah anak mengetahui kalau orang tuanya akan selalu ada untuknya, juga mendukung kebenarannya. Jadi janganlah membanding-bandingkan anak dengan masalah yang lebih besar dan bahkan mengatakan kalau masalah yang mereka alami bukan seberapa yang pernah orang lain alami. 

Dari permasalahan yang dihadapi kebanyakan remaja sekarang; sekolah, orangtua harus siap dan hadir dalam siklus pembelajaran anak. Di masa remaja adalah waktu dimana anak beranjak dewasa, yang pastinya membutuhkan banyak pendidikan dan wawasan. Memantau jadwal sekolahnya, membantu anak saat mengerjakan tugas, hingga memberi dan mencarikan lebih banyak peluang untuk anak mengembangkan minat adalah beberapa cara untuk mendekatkan diri kepada anak. Sebagai orangtua atau pendamping tidak dapat menuntut mereka dengan kemauan pribadi, karena setiap anak memiliki bakat dan potensi masing-masing.

Luar dari permasalahan sekolah, para orangtua juga dapat belajar untuk mendekatkan diri dengan anak. Tidak selamanya yang lebih tua lebih tahu, yang benar adalah siapa yang lebih berpengalaman dan terupdate lah yang lebih tahu mana yang benar dan tidak. Para pendamping dapat mencoba ikut dalam jam belajar anak, tunjukkan kepada mereka betapa pentingnya sekolah dan memiliki cita-cita di masa depan, dan berusahalah untuk terbuka, agar anak sendiri merasa dibutuhkan dan tahu kalau mereka mempunyai orang-orang yang peduli pada mereka. Lagipula anak kalian adalah tanggung jawab kalian, bukan? Jadi yang terpenting adalah tunjukkan kasih sayang yang mereka pantas dapatkan. 

Para remaja hanya sedang mengalami kesulitan dalam membuka matanya dan menerima realita, mereka sedang tersesat di dalam pergumulan diri sendiri, dan ditambah dengan masalah lain. Disinilah tugas orangtua atau pendamping untuk membimbing mereka, mendukung mereka, dan memberikan perhatian sebagai orang dewasa. Beritahu dan tunjukkan mana yang baik dan tidak, tanpa merusak dan menghalangi jalan tujuan hidup yang mereka impikan. Juga penting untuk membawa mereka agar tetap dekat dengan Tuhan, karena hidup tidak akan selalu benar apabila hanya berpegangan pada pendirian sendiri. 


Peran orangtua dan pendamping memang penting, namun yang terpenting adalah dari anaknya sendiri. Kita sebagai remaja harus bisa mengontrol diri dan mandiri, yang paling mengerti permasalahan kita adalah diri kita sendiri. Jadi janganlah merasa putus asa dan tetaplah semangat, jalan kalian masih panjang dan masih banyak halaman kosong untuk kalian isi setiap harinya. Karena kalian adalah generasi yang baru, memang pandemi belum berakhir dan membatasi kegiatan kita, namun yang terpenting adalah jangan berfikir untuk menyerah, dan ketahuilah kalau setiap dari kalian adalah seseorang yang hebat. 










Daftar Pustaka

Dr. Fala Adinda. 8 September 2020.
Link artikel. Dibaca pada Agustus 2021
Evan Jehian, S.Psi. Wawancara secara daring. 27 Agustus 2021.
Marita Sarah(Remaja 14 tahun). Wawancara secara daring. 2 September 2021.
Fatma Agusta(Remaja 14 tahun). Wawancara secara daring 30 Agustus 2021

You May Also Like