Worst Case Scenario adalah artian untuk sebuah skenario yang berada dalam dunia realita ataupun realita alternatif, dimana apapun yang terjadi merupakan hal terburuk yang bisa terjadi. Bila ada sebuah planning, maka biasanya ada pula planning untuk 'worst case scenario' ini dan bagaimana untuk mengatasinya. Pokoknya, worst case scenario terdiri dari rangkaian hal-hal terburuk dalam bidang apapun yang dapat terjadi dalam periode waktu tertentu.
Contohnya, dalam rangkaian proyek pembuatan poster. Worst Case scenario yang dapat terjadi (secara realistis), adalah mengalami error pada device saat membuat design poster. Setelah itu, saat menyala, tetap saja selera mendesignnya sangat buruk. Setelah selesai dibuat, file terpaksa dimuat dalam low dimension karena storage full, dan saat dipublikasikan malah tertunda dan gagal. Itu contoh ekstremnya dalam hal worst case.
Sementara dalam kehidupan, jarang sekali terjadi worst case seperti itu. Namun, terdapat banyak skenario dimana kita sendiri merasa semua hal tidak berjalan dengan apa yang kita inginkan. Karena beberapa hal berturut-turut yang tidak berjalan menurut ekspektasi kita, kita malahan menjadi kesal dan merasa bahwa itu adalah skenario terburuk yang bisa terjadi.
Padahal, kalau ada suatu skenario 'terburuk' belum tentu itu adalah yang paling buruk seburuk-buruknya. Atas hal-hal yang ada pada kita, terutama hal-hal baik, tentunya kita perlu bersyukur. Apa yang telah ada pada kita tentu perlu kita syukuri, karena bisa jadi lebih buruk tetapi tidak. Bersyukur atas hal-hal baik adalah salah satu langkah, supaya tidak bete dan tidak merasa seluruh beban dunia terdapat pada diri sendiri.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam 'worst case scenario' ini, adalah ekspektasi. seringkali ekspektasi kita sendiri melebihi realita. Karena ekspektasi kita, selalu 'baik' dan lancar. Padahal tidak semua hal akan berjalan dengan baik, bahkan 50%nya juga mungkin tidak. Kalau kesal, coba perhatikan ekspektasinya. Apakah karena ekspektasi yang gagal dicapai, yang membuat kita kesal? Atau hal lain misalnya. Kalau saja kita taruh ekspektasi secara rendah, apapun yang buruk kita bisa terima dengan tidak kaget, dan apapun yang baik bisa kita syukuri dengan rasa terima kasih. Pokoknya, apapun yang buruk, jika kita sudah mengekspektasikannya, akan merasa biasa aja dan bisa dihadapi.