AES19 Tentang Hari ini #4
matheusaribowo
Wednesday June 22 2022, 11:29 PM
AES19 Tentang Hari ini #4

Hari ini ada banyak sekali kata kunci untuk disimpan, yang mungkin suatu saat akan digunakan untuk membuka pintu hati atau ingatan kita (keluarga SMIPA) tentang proses dan perjalanan yang telah dilalui. Betapa tidak, setiap Kakak bergantian membagikan ceritanya tentang petualangannya sepanjang TP17. Tentang kelompok tidak melulu berbicara proses anak, tetapi juga orang tua, sekolah, dan terkhusus kakak-kakaknya sendiri. Kita semua bisa berjalan bersama-sama, namun apa yang kita pilih untuk kita tangkap bisa jadi berbeda-beda. Jadilah berbagai ragam cerita dengan bermacam pula rasa dan emosinya. Pagi yang singkat untuk cerita-cerita yang panjang. 10 menit untuk merangkum 1 tahun memang tidak mungkin, tetapi suasana, haru, tawa, tepuk tangan, peluk, dan air mata rasanya tak pernah kurang luas untuk menjelaskan.

Diawali dengan mengenal diri, melepas ekspektasi, cosplay jadi kakak, kebermanfaatan, penerimaan diri dan orang lain, tantangan menjadi orang tua, anak panah hidup, kapasitas diri, tidak ikut campur pada proses anak, motif batik “Impian Tentrem”, menyelami rasa kesepian kegelisahan, berbagi energi, ruang kalibrasi, kembali ke fitrah, arti rumah, hingga kembali pada kertas putih kosong. Jika kita baca sekarang, hela napas perlahan pasti membantu kita bersyukur. Jika kita kenang hari ini, Rabu 22 Juni 2022 mungkin tawa, canda, perpisahan, dan pelukan segera diputar di ingatan kita. Dan jika kita renungkan lagi, semoga hari ini adalah lembar baru lagi. Kertas putih kosong lagi untuk TP berikutnya, TP18. 

Satu yang paling membawa saya kembali ke “dalam” ialah “ekspektasi”, karena hampir semua kelompok membawa serta kata ini untuk dibagikan. Menarik mundur putaran waktu pada hari-hari pertama saya menjadi guru. Waktu itu saya datang pada sebuah sekolah yang memiliki spirit yang hampir sama dengan SMIPA. Hari pertama datang di sana dan menyaksikan anak-anak berdatangan ke kelas dengan menggendong tasnya saja sudah membuat air mata tak terbendung. Hari ini saya diingatkan kembali pada pertanyaan sederhana kala itu. Pertanyaan yang kemudian mengantarkan sebuah peristiwa “bersejarah” dalam hidup saya. Di ruang perpustakaan, pemilik sekolah itu bertanya kepada masing-masing kami (10 guru baru di sana), “Apa yang ingin kalian berikan untuk anak-anak, sekolah, atau pendidikan Indonesia?” Karena bukan giliran pertama menjawab, saya mencoba mengingat dan menyusun jawaban se-ideal mungkin yang saya bawa jauh-jauh dari pengalaman mengajar sebagai volunteer semasa kuliah. Hingga tiba pada seorang calon guru (yang sekarang juga di SMIPA), ia menjawab pertanyaan sederhana itu dengan sangat “mewah” menurut saya. Jawaban yang kemudian meruntuhkan segala bangunan idealisme saya tentang pendidikan dan peran seorang guru. Ia menjawab, “Saya hanya ingin memeluk anak-anak setiap hari.”

Sering kali saya atau kita lupa, bahwa apa yang kita punya (idealisme, ilmu, benda-benda, dll) bukan apa yang benar-benar ingin kita beri. Justru sebaliknya, sering kali itu hanyalah ilusi atas kesombongan saya yang merasa saya tahu, mengerti, dan mampu dengan apa yang saya miliki. Tetapi saya lupa, bahwa yang benar-benar kita punya hanyalah cinta. Maka yang benar-benar bisa kita beri juga adalah cinta itu sendiri. Terima kasih hari yang lalu, dan hari ini, untuk cinta yang selalu “saling”. Semoga cinta mengembalikan dan menguatkan saya dan kita semua, untuk kembali kepada fitrah. Juga kerelaan menjadi kertas kosong yang memberi diri untuk diisi bersama-sama.

You May Also Like